Kemunduran Hukum Pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Abstract
Penghapusan Pasal 8 dalam UU Nomor 3 Tahun 2020, yang merevisi UU Nomor 4 Tahun 2009, menghilangkan kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, sehingga mengalihkan seluruh kewenangan izin dan pengawasan ke pemerintah pusat. Perubahan ini berpotensi mengurangi efektivitas pengelolaan sumber daya alam di tingkat lokal, meningkatkan risiko konflik sosial, serta merusak lingkungan akibat kurangnya keterlibatan pemerintah daerah yang memiliki pemahaman lebih baik terhadap kondisi lokal. Selain itu, ketentuan Pasal 96 yang mengurangi cakupan kewajiban reklamasi pascatambang menjadi hanya satu dari empat kewajiban sebelumnya, serta Pasal 162 yang berpotensi mengkriminalisasi masyarakat yang menolak kegiatan tambang, menunjukkan pergeseran regulasi yang lebih memprioritaskan kepentingan investasi dibandingkan keberlanjutan lingkungan dan hak masyarakat lokal. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan konseptual (conceptual approach) untuk menganalisis dampak perubahan regulasi tersebut terhadap aspek lingkungan, sosial, dan hak masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 berisiko memperburuk ketimpangan perlindungan antara perusahaan tambang dan masyarakat lokal serta mengabaikan prinsip keberlanjutan.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NoDerivatives 4.0 International License.