EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN TINGGI PROPINSI SUMATERA UTARA

  • Bilin Santoriko Sinaga Universitas Darma Agung
  • Maidin Gultom Universitas Darma Agung
  • Mhd. Ansori Lubis Universitas Darma Agung

Abstract

bagi pelaku tindak pidana korupsi menurut UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah dalam Pasal 17 Jo. Pasal 18 ayat (1) UU PTPK bahwa selain dapat dijatuhi pidana pokok terdakwa dalam perkara korupsi dapat dijatuhi pidana tambahan yakni selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah: Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang mengantikan barang-barang tersebut; Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi; Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1(satu) tahun; Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana. Pelaksanaan pidana berupa pembayaran uang pengganti terhadap terpidana pelaku tindak pidana korupsi di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara adalah pembayaran pidana uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Mempertegas Pasal 18 ayat (1)b, dalam Pasal 18 ayat (2) dinyatakan pula bahwa: Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat  disita oleh jaksa dan  dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang dialami berkaitan dengan pidana tambahan berupa uang pengganti dalam tindak pidana korupsi adalah hasil audit yang dikeluarkan BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) dan hasil audit yang diluarkan oleh BPKP (Badan pemeriksaan Keuangan Propinsi) sering menimbulkan hasil audit keuangan negara yang berbeda-beda, antara kedua audit yang diluarkan oleh BPKP (Badan pemeriksaan Keuangan Propinsi) sering menimbulkan hasil audit keuangan negara yang berbeda-beda, antara kedua lembaga tersebut, sehingga dalam menjatuhan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa pelaku tindak pidana korupsi menjadi sulit menentukan berapa besar pelaku harus mengambalikan uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak membayar uang pengganti, paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal ini terdapat kesulitan untuk memilah-milah mana aset yang berasal tipikor dan mana yang bukan. Dalam zaman yang serba canggih ini, sangat mudah bagi para koruptor untuk melakukan metamorfosa aset-aset hasil korupsinya (asset tracing) melalui jasa transaksi keuangan dan perbankan. Melakukan hal ini jelas butuh keahlian khusus serta data dan informasi yang lengkap. Belum lagi kalau kita bicara soal waktu yang tentunya tidak sebentar, apalagi jika harta yang akan dihitung berada di luar negeri sehingga membutuhkan birokrasi diplomatik yang  pasti  sangat  rumit dan memakan waktu. Kemudian sulit dilakukan apabila asset terdakwa yang akan dinilai ternyata telah dikonversi dalam bentuk aset yang berdasarkan sifatnya mempunyai nilai yang fluktuatif, seperti asset properti, perhiasan, saham dan sebagainya. Di kalangan penegak hukum sering terjadi kebuntuan komunikasi dan mispersepsi diantara penegak hukum yang ada, sehingga muncullah preseden-preseden fenomenal yang bisa berakibat buruk bagi iklim pemberantasan korupsi. Salah satunya adalah lahirnya Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan mengenai perbuatan hukum materil dalam tindak pidana korupsi, padahal ketentuan perbuatan melawan hukum materil telah menjadi yurisprudensi dalam hukum Indonesia.

Published
Apr 30, 2022
How to Cite
SINAGA, Bilin Santoriko; GULTOM, Maidin; LUBIS, Mhd. Ansori. EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN TINGGI PROPINSI SUMATERA UTARA. JURNAL PROINTEGRITA, [S.l.], v. 6, n. 1, p. 40-59, apr. 2022. ISSN 2655-8971. Available at: <https://jurnal.darmaagung.ac.id/index.php/jurnalprointegrita/article/view/1488>. Date accessed: 20 apr. 2024. doi: http://dx.doi.org/10.46930/jurnalprointegrita.v6i1.1488.
Section
Articles

Most read articles by the same author(s)

1 2 > >>