ANALISA PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (Studi Kasus Putusan Negeri Medan Nomor : 2756/Pid.B/2018/PN Mdn)
Abstract
Perbuatan penipuan itu selalu ada bahkan cenderung meningkat dan berkembang di dalam masyarakat seiring kemajuan ekonomi, padahal perbuatan penipuan tersebut dipandang dari sudut manapun sangat tercela, karena dapat menimbulkan rasa saling tidak percaya dan akibatnya merusak tata kehidupan masyarakat. Penipuan adalah salah satu bentuk kejahatan yang dikelompokkan ke dalam kejahatan terhadap harta benda orang. Ketentuan mengenai kejahatan ini secara umum diatur dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 395 buku II Bab XXV KUHP. Rumusan masalah dalam skripsi ini, pertama bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan?, kedua bagaimana penerapan hukum pidana dalam tindak pidana penipuan sekaitan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 2756/Pid.B/2018/PN Mdn?, dan ketiga bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menerapkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 2756/Pid.B/2018/PN Mdn? Jenis penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian dengan mempergunakan data sekunder. Pengumpulan data menggunakan metode sutdi kepustakaan. Semua data penelitian yang sudah terkimpul, dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum pidana terhadap pelaku penipuan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 378. Penerapan hukum pidana dalam terhadap tindak pidana penipuan sekaitan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 2756/Pid.B/2018/PN.Mdn menggunaan dakwaan alternatif Pasal 378 KUHPidana, atau kedua melanggar Pasal 372 KUHPidana. Diantara unsur-unsur yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum yang dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan adalah Pasal 378 KUHPidana. Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 2756/Pid.B/2018/PN.Mdn adalah didasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dimana dalam kasus yang diteliti, alat bukti yang digunakan hakim adalah keterangan saksi, keterangan terdakwa, petunjuk dan barang bukti yang berkesesuaian. Kemudian mempertimbangkan tentang pertanggungjawaban pidana, dalam hal ini Majelis Hakim berdasarkan fakta-fakta di persidangan menilai bahwa terdakwa sadar akan akibat yang ditimbulkan. Dari hasil penelitian disarankan dalam pelaksanaannya jaksa juga harus mempunyai pengetahuan hukum yang baik, bukan hanya hukum secara formil melainkan juga hukum secara materil agar tidak ada kesalahan dalam menerapkan ketentuan pidana terhadap terdakwa. Penerapan hukum pidana dalam terhadap tindak pidana penipuan harus benar-benar memenuhi unsur-unsur yang didakwakan, sehingga mampu memberikan perlindungan dan rasa keadilan terhadap korban dan memberikan efek jera terhadap terdakwa. Disarankan hakim mempunyai keyakinan dengan mengaitkan keyakinan itu dengan cara dan alat-alat bukti yang sah serta, menciptakan hukum sendiri yang bersendikan keadilan yang tentunya tidak bertentangan dengan pancasila sebagai sumber dari segala hukum.